puisi cinta

Penantian šŸ˜Š

Apakah memang benar “penantian” adalah hal terbaik dari sebuah cinta yang tulus. Apakah benar adanya “penantian” itu puncak dari suatu kerinduan.
Jika memang cinta itu suci, cinta itu murni, selayaknya dan sebaiknya kita “menantikan” seseorang yang memang layak bagi kita. Menantikan seseorang yang benar adanya mampu menuntun kita ke hal-hal yang lebih baik.

“Penantian” adalah keringat cinta murni, pengucapannya hanyalah doa. Jika memang namanya engkau sebut setiap kali berdoa, mungkin itulah salah satu sebab engkau tak pernah berhenti menyebut namanya.
Jika Tuhan memang menakdirkan bersatu, maka berlangsunglah kesatuan itu menuju suatu konklusi dari doa – doa mu.
Dan apabila nama yang engkau sebut dalam doa tak berlangsung menjadi takdir. Mungkin ada nama orang lain yang diam – diam menyebut namamu dalam setiap doanya, lebih merdu, dan lebih syahdu. Dan ku sebut inilah kado terindah dari Tuhan.
Bagiku doa adalah puncak sastra, puncak keindahan, puncaknya keromantisan.
Sebuah kata yang terucap dan tersusun murni dari hati. Tak terhalang oleh keinginan – keinginan yang sekedar ingin memilikinya semata, tanpa mengindahkan penciptanya.

“Penantian” adalah penyambutan, suatu hal yang mungkin seharusnya kita rayakan setiap hari. Mungkin juga suatu jabatan cinta yang tertinggi setelah berkali – kali berusaha dan berupaya.
Percayalah, lelah yang engkau jalani hanyalah sementara. Tuhan tahu batas kemampuanmu. Tuhan juga lebih tahu perihal yang pantas dan layak untukmu.
Selayaknya engkau batasi keinginan – kenginan fana yang menggerogoti relung hatimu lebih dalam lagi.

Di dunia ini tak perlu pula engkau mati-matian untuk menunjukan bahwa engkau memang layak. Engkau lebih baik, ataupun lebih – lebih yang lain. Jika Tuhan memang sedang mempersiapkan senja hanya untukmu.

Di tepi senja

Tinggalkan komentar